Ngruna-Ngruni atau Batara Surya Krama
Lakon ini termasuk lakon baku atau pakem yang menceritakan Batara Surya yang bertempat tinggal di Kahyangan Ekacakra menerima dua bidadari kakak beradik sebagai istrinya yang bernama Dewi Ngruna dan Dewi Ngnini. Sementara putri Batara Wisnu yang bernama Dewi Kastapi dalam perkawinannya dengan burung Brihawan membuahkan dua telur. Kemudian atas perintah Batara Guru, dua telur itu diberikan kepada Dewi Ngruna dan Ngruni. Telur milik Dewi Ngruna setelah dierami oleh seekor ular, menetas menjadi dua ekor burung yang diberi nama Sempati dan yang muda diberi nama Jatayu. Sedangkan telur milik Dewi Ngruni menetas seekor ular besar yang diberi nama Naga Gombang, dan yang kecil diberi nama Sawer Wisa.
Anak-anak yang berupa burung dan ular itu ternyata sangat sulit untuk di awasi. Mereka semua I nakal. Kedua bidadari itu lalu mengadakan teka-teki, barangsiapa yang kalah akan menjaga anak-anak itu. Dewi Ngruni memberikan pertanyaan : “Apakah yang terlihat di sana itu? Sapi jantan atau sapi betina?”. Ternyata Dewi Ngruni tidak dapat menebaknya, dan ia merasa malu karena kebodohannya. Ketika itu juga ular-ular datang dan membela ibunya dan segera menggigit kedua burung, dan sebaliknya burung-burung itu mematuk ular-ular sampai mati.
Karena marah oleh peristiwa itu, Dewi Ngruna mengutuk Ngruni. Katanya: “Dinda Ngruni bertindak seperti raseksi (raksasa wanita), jika akan menolong anak-anaknya”.
Seketika itu juga Dewi Ngruni berubah ujudnya menjadi raseksi, dan setelah ia sadar apa yang terjadi ia segera lari menemui Batara Surya agar dapat mengatasi masalah yang dihadapinya itu. Atas saran suaminya, Dewi Ngruni diminta menemui Batara Wisnu yang merupakan kakeknya dari telur-telur tadi, agar dapat meruwatnya.
Setelah peristiwa itu Sempati yang disertai burung Jatayu pergi bertapa ke Gunung Windu, sedangkan ular-ular sangat terkejut melihat ibunya menjadi raseksi, mereka melarikan diri terjun ke samudera.
Sementara itu di kahyangan kehidupan para dewa tidak tentram karena menerima ancaman Prabu Sengkan Turunan dari Kerajaan Parangsari yang menginginkan Dewi Ngruna dan Ngruni untuk dijadikan permaisuri. Prabu Sengkan Turunan dengan balatentara raksasa menyerang Kahyangan Suralaya. Para dewa tidak dapat menandingi kesaktian para raksasa itu.
Batara Wisnu menyatakan kepada Dewi Ngruni bahwa ia akan meruwatnya sehingga kembali pada ujud semula tetapi Dewi Ngruni harus menculik putri Prabu Sengkan Turunan yang bernama Retna Jatawati.
Dibantu oleh garuda Jatayu, Dewi Ngruni akhirnya berhasil membawa Dewi Jatawati.
Sementara itu Jatayu juga berhasil menghancurkan para tentara raksasa. Prabu Sengkan Turunan sangat marah setelah mengetahui bahwa pasukannya hancur, segera menyerang Suralaya dengan membabi buta. Pertempuran seru terjadi dengan dahsyatnya tetapi kemudian akhirnya ia dapat dikalahkan oleh burung Jatayu.
Batara Wisnu sangat gembira atas kemenangan Jatayu itu. Sebagai pernyataan terima kasih, Batara Wisnu kemudian menganugerahkan Retna Jatawati sebagi istri Jetayu.
Sesuai dengan janjinya, Ngruni dirubah ujudnya menjadi bidadari yang cantik seperti semula dan tetap tinggal di Nguntarasegara. Setelah melihat istrinya menjadi bidadari. Batara Surya membujuk untuk kembali ke pangkuannya, tetapi Dewi Ngruni menolak. Baru setelah ada perintah dari Batara Guru, yang menjadi pemuka para dewa, akhirnya Ngruni bersedia menjadi istri Batara Surya kembali.
Lakon ini cukup sering dipentaskan tapi kurang populer.
Sri Wisnu Krama (Batara Wisnu Kawin)
Sang Hyang Pramesti Guru, akan mengawinkan Batara Wisnu dengan Dewi Pratiwi, putri Batara Ekawara dari Kahyangan Ekapratala. Untuk melaksanakan niat tersebut Batara Guru mengutus Batara Narada untuk menjemput Dewi Pratiwi. Namun ternyata Dewi Pratiwi menolak jemputan itu karena ia mempunyai permintaan atau syarat, ia hanya akan kawin dengan pria yang dapat membawakan bunga Wijayakusuma.
Sementara itu pada suatu malam Endang Sumarsi putri Begawan Kesawasidi dari Pertapaan Argajati -bermimpi kawin dengan Batara Wisnu.
Pagi harinya ia minta kepada ayahnya agar mencarikannya orang yang menjadi idamannya itu. Sang Begawan menuruti permintaan putrinya, pergi mencari. Tak berapa lama kemudian Begawan Kesawasidi bertemu dengan Batara Wisnu yang diiringi oleh Semar, Gareng dan Petruk. Kesawasidi mengutarakan maksudnya, tetapi ternyata Batara Wisnu menolak. Baru setelah dengan kekerasan, Wisnu menuruti kehendak Kesawasidi.
Setelah tiba di Pertapaan Argajati, Batara Wisnu segera dikawinkan dengan Endang Sumarsi. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Batara Wisnu mengatakan kepada mertuanya bahwa ia mencari bunga Wijayakusuma dan minta pertapa itu membantunya. Sang Kesawasidi yang memiliki bunga itu tidak keberatan dan memberikan Wijayakusuma sebagai sarana untuk mengawini Batari Pratiwi.Setelah Batara Wisnu mendapatkan bunga Wijayakusuma, segera menuju Ekapratala.
Sementara itu Prabu Wisnudewa, raja raksasa dari Garbapitu juga melamar Batari Pratiwi. Setelah mendengar laporan patihnya bahwa calon mempelai putri menginginkan bunga Wijayakusuma, ia sangat bergembira, sebab sang Raja mempunyai banteng yang berwarna biru hitam pada lehernya terdapat cangkok/ cabang dari bunga Wijayakusuma.
Karenanya ia segera berangkat ke Kahyangan Ekapratala. Namun, betapa kecewanya karena setelah tiba di Kahyangan Ekapratala, ternyata Batari Pratiwi telah dikawinkan dengan Batara Wisnu. Hal ini membuat Prabu Wisnudewa murka.
Bersama bala tentaranya, Prabu Wisnudewa menyerang serta berusaha merebut Batari Pratiwi. Peperangan terjadi, Prabu Wisnudewa dan banteng yang aneh dapat dibunuh Wisnu dan keduanya menyatu (merasuk) pada tubuh Wisnu. Demikian pula, Cangkok Wijayakusuma akhirnya menyatu dengan bunganya.
Lakon ini termasuk lakon pokok tetapi jarang dipentaskan.
Sang Hyang Pramesti Guru, akan mengawinkan Batara Wisnu dengan Dewi Pratiwi, putri Batara Ekawara dari Kahyangan Ekapratala. Untuk melaksanakan niat tersebut Batara Guru mengutus Batara Narada untuk menjemput Dewi Pratiwi. Namun ternyata Dewi Pratiwi menolak jemputan itu karena ia mempunyai permintaan atau syarat, ia hanya akan kawin dengan pria yang dapat membawakan bunga Wijayakusuma.
Sementara itu pada suatu malam Endang Sumarsi putri Begawan Kesawasidi dari Pertapaan Argajati -bermimpi kawin dengan Batara Wisnu.
Pagi harinya ia minta kepada ayahnya agar mencarikannya orang yang menjadi idamannya itu. Sang Begawan menuruti permintaan putrinya, pergi mencari. Tak berapa lama kemudian Begawan Kesawasidi bertemu dengan Batara Wisnu yang diiringi oleh Semar, Gareng dan Petruk. Kesawasidi mengutarakan maksudnya, tetapi ternyata Batara Wisnu menolak. Baru setelah dengan kekerasan, Wisnu menuruti kehendak Kesawasidi.
Setelah tiba di Pertapaan Argajati, Batara Wisnu segera dikawinkan dengan Endang Sumarsi. Setelah beberapa hari tinggal di pertapaan, Batara Wisnu mengatakan kepada mertuanya bahwa ia mencari bunga Wijayakusuma dan minta pertapa itu membantunya. Sang Kesawasidi yang memiliki bunga itu tidak keberatan dan memberikan Wijayakusuma sebagai sarana untuk mengawini Batari Pratiwi.Setelah Batara Wisnu mendapatkan bunga Wijayakusuma, segera menuju Ekapratala.
Sementara itu Prabu Wisnudewa, raja raksasa dari Garbapitu juga melamar Batari Pratiwi. Setelah mendengar laporan patihnya bahwa calon mempelai putri menginginkan bunga Wijayakusuma, ia sangat bergembira, sebab sang Raja mempunyai banteng yang berwarna biru hitam pada lehernya terdapat cangkok/ cabang dari bunga Wijayakusuma.
Karenanya ia segera berangkat ke Kahyangan Ekapratala. Namun, betapa kecewanya karena setelah tiba di Kahyangan Ekapratala, ternyata Batari Pratiwi telah dikawinkan dengan Batara Wisnu. Hal ini membuat Prabu Wisnudewa murka.
Bersama bala tentaranya, Prabu Wisnudewa menyerang serta berusaha merebut Batari Pratiwi. Peperangan terjadi, Prabu Wisnudewa dan banteng yang aneh dapat dibunuh Wisnu dan keduanya menyatu (merasuk) pada tubuh Wisnu. Demikian pula, Cangkok Wijayakusuma akhirnya menyatu dengan bunganya.
Lakon ini termasuk lakon pokok tetapi jarang dipentaskan.